Banyak tempat ziarah yang dapat dikunjungi di kabupatan Kudus. Salah
satunya yang belum terlalu terkenal yaitu makam Sunan Kaliyetno yang berada di
kawasan lereng gunung muria, tepatnya desa Ternadi kecamatan Dawe kabupaten
Kudus.
Sejatinya makan
Sunan Kaliyetno ini bukanlah makam, tapi petilasan. Yaitu petilasan Kanjeng
Sunan Kalijaga. Bagaimana ceritanya? Menurut penuturan juru makan Kaliyetno,
Suparlan, Sunan Kaliyetno hidup pada zaman sunan Bonang. Suatu ketika, ada
seorang brandal atau perampok yang bernama Loka Jaya. Ia bertemu dengan Sunan
Bonang, Loka Jaya hendak merampok Sunan Bonang namun tidak berhasil. Sunan
Bonang lalu menunjuk ke pohon jati dan poghon jati itu berubah menjadi emas. Loka
Jaya pun terheran – heran dan akhirnya ia tunduk kepada Sunan Bonang. Loka Jaya
akhirnya memohon kepada Sunan Bonang untuk dijadikan muridnya.
Untuk menjadi
murid Sunan Bonang tidaklah mudah. Sunan
Bonang memberikan syarat kepada Loka Jaya agar menjaga tongkat atau pusaka di
sungai daerah Bonang. Setelah satu tahun berlalu Sunan Bonang kembali ke sungai
di mana ia meninggalkan tongkat atau pusakanya itu. Dan ternyata Loka Jaya
masih setia menunggui tongkat gurunya itu.
Selanjutnya Sunan
Bonang menyuruh Loka Jaya untuk melanjutkan perjalanan ke arah utara. Sampailah
Loka Jaya di desa Ternadi. Di sana Loka Jaya diperintah untuk menjaga tongkat
atau pusaka Sunan Bonang. Tepatnya di sungai Ternadi selama 3 tahun. Tidak
hanya itu Sunan Bonang pun memerintahkan kepada Loka Jaya untuk melanjutkan
perjalanannya ke Demak. Setelah sampai di Demak Loka Jaya diangkat menjadi sunan
dengan sebutan Sunan Kali Jaga.
Menurut Suparlan,
peninggalan pertapaan Loka Jaya yang ada di Ternadi di namakan Kaliyetno. Kali
artinya sungai, sementara Yetno artinya maiyite kono. Maksudnya
adalah tempat peninggalan pertapaan Loka Jaya dan ada sebuah makam yang
merupakan petilasan Sunan Kali Jaga ( Loka Jaya ) artinya bukan makam
sebenarnya.
Di belakang makam
kaliyetno ada beberapa pohon bambu yang menurut juru kunci adalah tongkat Sunan
Bonang yang dulu dijaga oleh Sunan Loka Jaya yang pada massanya berubah menjadi
bambo. “ Bambu itu dulunya adalah bambu kuning dan sekarang menjadi bambu apus.
Mengapa bisa demikian ? Negara kita sekarang ini sedang mengalami kekacauan
yang universal,” jelas Suparlan.
Indahnya bukit Cawangan.
Makam kaliyetno sering
dikunjungi oleh masyarakat. “Paling ramai adalah tanggal 10 Dzulhijjah. Warga
sekitar memperingati khoul atau pengajian di makam Kaliyetno dan pada hari
jum’at kliwon makam kaliyetno juga banyak di kunjungi oleh masyarakat Ternadi
maupun masyarakat dari luar desa Ternadi,” tuturnya.
Kaliyetno kini
menjadi tempat wisata yang cukup ramai. Selain makam Sunan Kaliyetno untuk
berziarah, masyarakat juga bisa menikmati banyak pemandangan pegunungan yang
indah. Ada wisata Air Terjun yang indah dengan airnya yang jernih. Ada juga Gardu
Pandang atau Bukit Cawangan. Di sini kita bisa menyaksikan panorama perbukitan
dan jurang yang menawan. Kita bisa menikmatinya dari atas. Ada pula Batu Payung.
Sebuah batu besar yang berbentuk payung. Batu Payung ini bukan buatan manusia.
Tapi alami terbentuk oleh fenomena alam. Di sekitarnya terdapat pohon-pohon
besar yang sangat rindang. Dan masih ada
banyak lagi tempat wisata di sekitar Bukit Ternadi yang bisa dinikmati bersama
keluarga.
Replika menara Evel di bukit Kaliyetno
Para pengunjung
tempat wisata bukit Ternadi benar-benar bisa menikmati suasana pegunungan yang
indah dan menawan. Mulai dari bawah pengunjung akan menjumpai makam Kaliyetno
dan masjid yang di sekitarnya terdapat warung – warung untuk istirahat seperti
minum kopi atau yang lainnya. Setelah istirahat mereka dapat melanjutkan
perjalanan dengan menggunakan sepeda motor atau jalan kaki. Untuk wisata
pertama kita dapat mengunjungi wisata air terjun dan setelah puas melihat air terjun
kita bisa melanjutkan perjalan. Perjalanan wisata yang tidak akan membosankan
karena terdapat kebun – kebun kopi yang sedap dipandang sepanjang jalan.
Sarang burung di bukit Cawangan.
Selanjutnya
sampailah kita di wisata Gardu Pandang yang berada di bukit Cawangan. Di Gardu
Pandang atau bukit cawangan kita bisa menjumpai gardu, sarang burung, gardu
berbentuk love ( hati ), gardu berbentuk bunga matahari, gardu yang
berbentuk lingkaran yang dibuat dari bambu, dan replika menara Evel. Di sana
kita tidak hanya menjumpai itu saja tapi juga difasilitasi tempat untuk
istirahat sekedar ngopi – ngopi atau berbincang – bincang. Juga terdapat
fasilitas untuk keperluan MCK.
Air Terjun
Tempat yang bisa
dinikmati selanjutnya adalah Batu Payung yang terletak di atas bukit. Di sini
kita bisa menyaksikan hutan, perkebunan, perumahan penduduk dan keindahan
pegunungan dari atas bukit di sekitar Batu Payung.
Kekurangan wisata kaliyetno adalah tempat-tempat
istirahat di bukit cawangan yang sudah muali rusak. MCK juga belum ada atapnya.
Namun kekurangan-kekurangan itu tertutupi dengan panorama pemandangan alam yang
menakjubkan. (Khamidum Madjid, Rif’an Maulana).
0 Komentar