Pesona Alam Gunung Muria: pengalaman mendaki yang mengagumkan

{[["☆","★"]]}

 

Kudus, manu-miffa.sch.id - Dalam rangka mengisi waktu libur akhir tahun pelajaran 2023/2024 kelas XE MA NU Miftahul Falah Cendono bersama Wali Kelasnya yakni Bapak Ahmad Habib Abdu'i melakukan pendakian ke Gunung Muria yang memiliki 7 puncak. 

Dan Puncak 29 -begitu sebutan masyarakat- menjadi destinasi yang ingin dicapai. Rute dan perjalanan yang panjang serta medan yang terjal dan tidak mudah menjadi tantangan tersendiri bagi kami semua untuk dilalui agar kami semua bisa sampai pada puncak tersebut.

Kegiatan ini sudah direncanakan sebelum kegiatan SAS (Sumatif Akhir Semester) dimulai, dengan mengatur tanggal dan waktu yang sesuai serta perlengkapan yang dibutuhkan mereka dapat melaksanakan kegiatan tersebut dengan baik. Dan pada akhirnya mereka memulai perjalanan pada hari Jum'at 07 Juli 2024.

Mereka berkumpul terlebih dahulu berkumpul di halaman rumah wali kelas pada pukul 05.30 WIB dan dilanjut berangkat pada pukul kurang lebih 06.00 WIB. 

Setelah sampai di tempat parkir, mereka sarapan terlebih dahulu untuk mengisi perut yang kosong agar tidak lemas saat perjalanan mendaki. Setelah selesai sarapan mereka memulai perjalanan mendaki pada pukul kurang lebih pukul 07.30 WIB dan bersamaan dengan Mbah Gundul yang akan mendaki juga ke puncak.

Mbah Gundul adalah nama sebutan yang digunakan oleh masyarakat sekitar untuk memanggil dirinya. 

Beliau merupakan penduduk asli sekitar, beliau merupakan pria kelahiran tahun 1951 yang sekarang sudah berumur 73 tahun dan sudah memiliki 6 cucu, meskipun sudah tua beliau masih kuat untuk mendaki Puncak 29. 

Mbah Gundul pergi ke puncak memiliki tujuan untuk sowan kepada Sanghyang Wenang Wening di petilasannya yang berada di atas.

"Kula niki kelahiran tahun 1951 sampun gadah putu 6, asli tiyang mriki." ujar yang sering disapa Mbah Gundul tersebut.

Dalam perjalanan, mereka pernah bertemu dengan ular yang sedang lewat dan mereka mau tidak mau harus menunggu hingga ular tersebut pergi. 

Pada pertengahan jalan mereka terbagi menjadi 2 kelompok karena sebagian dari mereka masih lelah dan ingin istirahat sejenak, seba gian rombongan yang lain tetap melanjutkan perjalanan dengan melewati rintangan yang ada. 

Dengan melewati jalan yang licin mereka agak kesulitan untuk sampai ke puncak, bahkan salah satu diantara mereka sampai terpleset, meskipun begitu mereka tetap semangat dan tidak putus asa untuk sampai ke puncak. 

Di sepanjang perjalanan terdapat banyak sekali pepohonan dan tanaman, salah satunya adalah tanaman kopi yang hampir matang.

Terdapat 6 pos yang ada disepanjang jalur, dan diantarnya terdapat juga petilasan-petilasan seperti di Pos 4 yang terdapat Petilasan Sendang Bunton dan Pos 6 terdapat Petilasan Eyang Pandu yang senantiasa ramai dikunjungi dan diziarahi pada malam-malam tertentu. 

Di Pos 4 selain terdapat petilasan terdapat juga mata air yang konon katanya tidak akan pernah mengering, dan biasanya para pendaki mengambil air dari sana untuk dijadikan bekal di puncak nanti.



Setelah sampai di puncak yang dikelilingi kabut dan awan, merekapun beristirahat sejenak di warung yang ada di puncak dan dilanjut foto bersama sekelas di atas puncak yang diselimuti kabut. 

Selain itu, di atas sana terdapat patung - patung penjaga yang diselimuti kain putih yang berada di petilasan Sanghyang Wenang Wening.

Jam menunjukkan pukul 13.00 WIB, merekapun "prepare" untuk turun ke bawah dan berpamitan kepada pemilik warung, pada saat turun ke bawah mereka merasa tidak terlalu lelah seperti saat mendaki ke atas tadi karena jalanan yang turun ke bawah lebih ringan daripada naik ke atas, meski begitu mereka tetap harus hati - hati dikarenakan jalanannya tetap saja licin. Saat melewati sungai mereka istirahat sejenak dan mandi di sungai tersebut dengan air segar yang berasal dari pegunungan.

 

Pewarta

Fahrul Maulana Iqbal

(Peserta didik XE)

Posting Komentar

0 Komentar