KH. Abdul Halim Noor, Sang Ayah dan Kiai Idola

{[["☆","★"]]}

  

KH Abdul Halim Noor, masyayikh Madrasah NU Miftahul Falah yang merupakan figur panutan bagi para murid, masyarakat hingga keluarga. Sosok sederhana, berkarakter serta wawasan yang luas menjadikan Kiai Halim sebagai idola bagi seluruh kalangan. Terbukti usai wafatnya beliau pada 8 Juni 2024 lalu di usia 67 tahun, kesedihan mendalam dirasakan keluarga khususnya ketiga putra-putrninya, siswa, para guru hingga alumni.

Sebelum wafat, tim redaksi Majalah El Miffa sowan kepada Kiai Halim. Senyum ramah dari beliau menyambut tim yang hadir di rumahnya tepat di sebelah utara gedung MA NU Miftahul Falah.   Dalam momen itu Kiai Halim menuturkan keinginannya untuk mewujudkan impian putra putrinya dengan cara tidak mengekang mereka. Khususnya dalam menentukan pilihan khususnya pendidikan yang mereka tempuh.

“Saya sadar pemikiran orang dulu sama sekarang sudah beda. Jika saya terlalu mengekang anak dan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan bisa jadi bukan kebaikan yang di dapat,” tuturnya.

Ia ingin, semua kekurangan yang dialaminya ketika masih kecil bahkan hingga dewasa tidak sampai di rasakan oleh putra putrinya. Kiai Halim menilai hidup yang hanya satu kali tidak akan bisa kembali lagi sehingga sebagai orang tua ia turut mendukung apa yang diinginkan sang anak dan meridhoi setiap langkah mereka agar tidak terjadi penyesalan ke depan.

Putra dari pasangan KH Manshur Jaelani dan Hj Aminah ini banyak meninggalkan ilmu dan pesan mendalam. Menurut keterangan putri sulungnya, Mamila Ziyyit Tuqo. Kiai Halim merupakan sosok yang bijak dalam keluarga. Utamanya, selalu memberikan kebebasan kepada putra-putrinya untuk menentukan pilihan.

“Terutama dalam hal pendidikan. Bapak tidak akan melarang selagi pilihan anak tidak ada pelanggaran. Namun tetap memberikan pandangan kedepan,” terangnya kepada El Miffa.

Mamila juga teringat pesan yang disampaikan sang Bapak, yaitu memberikan semangat dalam segala keputusan dan jika ada kegagalan harus tetap ikhtiar dan berdoa serta tawakkal kepada Allah.

“Saya teringat pesan Bapak, yaitu hidup itu memang sudah ada tulisnya, manusia hanya bisa berikhtiar, dan berdoa, masalah hasil diserahkan kepada Allah,” ungkapnya.

 

Telaten dan Teliti Mengajar


Kiai Halim, lahir di Kudus 12 Desember 1956. Sejak usia dini, beliau mendapatkan didikan pendekatan ilmu agama dari orang tua. Yaitu menempuh pendidikan di madrasah TBS Kudus dan 9 tahun mengabdi menjadi santri KH Maimoen Zubair, Sarang. Tak cukup sampai di situ, Kiai Halim muda tekun mengaji Al Qur'an di tempat KH Arwani Amin Kudus dan KH Hisyam kudus.

Ketelatenan Kiai Halim turut membuat Kepala MA NU Madrasah, Moh Ali Nuhin, yang juga murid Kiai Halim terus mengidolakan beliau. Sosok Kiai Halim menurut Ali Nuhin merupakan guru yang inspiratif, telaten dan teliti terutama selalu mengajarkan kepada para santrinya untuk mandiri dalam berpikir.

“Beliau itu sosok yang dapat membentuk karakter siswa dalam berfikir yang lebih baik. Sebagai contoh ketika ada siswa yang salah beliau tidak langsung membenarkannya. Tetapi siswa tersebut diberikan waktu untuk mencari kebenaran atau introspeksi diri agar para siswa tidak selalu bergantung pada gurunya,” ujarnya.

Ketika mengajar, Ali Nuhin menilai, Kiai Halim sangat sederhana dan berkarakter. Padahal beliau anak seorang kiai yang bisa di katakan ekonomi orang tuanya sangat cukup. Selain itu, lanjut dia, cara komunikasi Kiai Halim ketika mengajar simpel dan fokus pada materi yang sedang diajarkan.

“Sedangkan di luar jam mengajar, beliau pribadi yang sangat sangat cair dan bercerita panjang lebar. Beberapa cara mengajarnya juga saya terapkan ketika mengajar,” katanya.

Istiqomah dalam belajar dan harus bersabar adalah pesan dari Kiai Halim yang selalu diingat Ali Nuhin. Ia melanjutkan, belajar perlu proses yang panjang karena tidak ada kesuksesan yang instan dan orang yang Istiqomah lebih banyak ujiannya.

“Jika tidak di sertai dengan kesabaran semua itu akan sia-sia,jejak itu bisa dengan di catat,karna daya pikir manusia semakin tua semakin lemah,jika suatu saat lupa masih ada catatannya dan bisa di buka kembali,” katanya.


Oleh:

Mamila Azezit Tuqo (Alumni 2023)

Posting Komentar

0 Komentar