Aku justru merasa dibawa kepada memori ketika belajar kepada beliau. Suaranya yang khas, membacakan kepada kami bait-bait kajian ilmu mantiq. Sebuah sub disiplin ilmu logika kata dan bicara.
Al-Insan khayawanun naatiqun manusia itu hewan yang diberi akal, kata beliau ketika memberi contoh. Meskipun (mungkin) hanya satu dua orang yang menyimaknya. Beliau tetap mengajar hingga batas waktu yang ditentukannya tuntas. Beliau tidak memandang geram atas apa yang diperlakukan murid-murid kepadanya.
Nada dan gaya bicaranya tidak berubah sedikitpun. Beliau sosok guru yang ikhlas dan istiqomah. Yang tak pernah tampak lelah ataupun gelisah. Beliau tidak pernah sekalipun tampak mempersoalkan dunia yang penuh masalah. Meski menguasai ilmu berbicara dan logika, beliau tak pernah berkomentar tentang hal duniawiyah meski hanya sepatah.
Tindak tanduknya mengikuti pribadi kaum salihin. Sedikit bicara, dan tidak berkomentar tentang segala hal kalau tidak ditanya. Kalaupun ditanya, beliau sudah pasti akan menjawab sebagaimana yang ada di kitab para ulama. Dengan penyampaian yang halus, bahasa dan ucapan yang mudah dipahami.
Sebuah perilaku yang mirip sebagaimana Nabi Muhammad SAW, seperti dikatakan oleh Habib Ali Al-Habsy dalam Shimtuddurarnya. La yaqulu wa la yaf'alu illa ma'rufa. Tidak berkata dan tidak berbuat kecuali (berupa) kebaikan.
Semoga Allah Ta’ala menempatkan guru kita, KH. Fauzan, di tempat terbaik dengan segala kemewahan yang tidak terkira nilainya. Semoga Allah Ta’ala juga mempertemukan beliau di alam barzahnya dengan para kekasihnya dan juga Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpinnya. Semoga Allah Ta’ala juga berkenan memberikan kepada kita manfaat dari apa yang menjadi teladan perilaku dan ilmunya agar lebih baik ke depannya.
Penulis
Muhammad Farid
(Alumni MA NU Miftahul Falah)
0 Komentar