Cerita Pimpinan KPK Diprotes Mahasiswanya Gegara Minta Duduk Berjauhan Saat Ujian
manu-miffa.sch.id
Salah satu pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bercerita kepada para kepala sekolah (MA dan SMA) dalam acara Pengimbasan Implementasi Pendidikan Antikorupsi di MAN 2 Kudus beberapa hari lalu, Kamis (12/12/2024).
Diceritakannya, suatu saat salah satu pimpinan KPK (tidak disebutkan namanya, yang jelas bukan pimpinan KPK yang bermasalah) sedang mengajar mahasiswa di suatu perguruan tinggi di Australia.
Ketika hendak mengadakan ujian, pimpinan KPK yang menjadi dosen itu meminta para mahasiswa untuk duduk tidak berdekatan. Dengan maksud para mahasiswanya itu bisa mengerjakan soal ujian secara mandiri dan tidak saling menyontek.
Apa reaksi para mahasiswa Australia itu? Mereka saling pandang, keheranan mendengar apa yang diinstruksikan sang dosen.
Mereka bilang, lebih tepatnya protes kepada pimpinan KPK itu. "Tolong jangan bawa budaya jelek bangsamu itu ke sini (Australia). Kami tidak biasa menyontek di sini," kata para mahasiswa itu protes.
Para mahasiswa itu kemudian melaporkan dosen mereka itu ke rektor. Mereka tidak terima, tersinggung karena telah dianggap akan melakukan perbuatan memalukan, menyontek.
Singkat cerita pimpinan KPK yang mengajar di Australia itu diberi tahu oleh rektor tentang budaya belajar di sana. Tentang belajar jujur dan sportif.
***
Bagaimana dengan budaya mencontek di Indonesia?
Ceritanya tentu sangat berbeda. Di sekolah-sekolah di Indonesia menjelang ujian atau semesteran selalu ada panitia yang mengondisikan ruangan ujian dengan formasi bangku yang berjauhan.
Maksud panitia sebenarnya baik, agar para siswa ataupun mahasiswa tidak saling menyontek, sehingga nilai yang mereka dapatkan memang sesuai pengetahuan dan kemampuan mereka dalam menyerap pelajaran.
Bisa kita bayangkan bagaimana seandainya tempat duduk siswa tidak diberi jarak. Mereka mungkin akan saling menyontek.
Dalam praktik seperti itu tergambar budaya menyontek dalam dunia pendidikan kita di Indonesia masih kuat.
Belum muncul kesadaran bahwa ujian atau semesteran merupakan alat untuk mengukur keberhasilan mereka dalam menerima materi. Juga mengukur kesuksesan guru atau dosen dalam menyampaikan pelajaran.
Budaya menyontek saat ujian menggambarkan praktik ketidakjujuran yang dilakukan oleh siswa di lembaga pendidikan masih tinggi.
Ini menjadi evaluasi kita bersama seluruh stakeholder sekolah mulai dari kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan dan orang tua.
Sekolah dan keluarga sangat efektif membangun generasi yang jujur, berintegritas dan anti-korupsi.
***
Menanamkan budaya jujur sejak dini merupakan salah satu langkah penting dalam membangun generasi yang berintegritas dan bebas dari praktik korupsi.
Budaya jujur harus ditanamkan melalui kebiasaan sehari-hari, termasuk ketika menghadapi ujian di sekolah.
Kebiasaan menyontek saat ujian, meskipun tampak sepele, sebenarnya adalah bibit dari perilaku tidak jujur yang bisa berkembang menjadi tindakan korupsi di masa depan.
Oleh karena itu, sejak dini siswa harus dididik untuk memahami bahwa kejujuran adalah fondasi utama dalam mencapai kesuksesan yang bermakna dan berkelanjutan.
Di lingkungan sekolah, guru memiliki peran penting dalam membentuk karakter siswa agar menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran.
Guru harus memberikan pemahaman bahwa nilai bukanlah satu-satunya ukuran keberhasilan, melainkan kejujuran dan usaha yang sungguh-sungguh jauh lebih berharga dalam kehidupan.
Dengan demikian, siswa akan belajar untuk menghargai proses dan percaya pada kemampuan sendiri.
Moh. Ali Nuhin
0 Komentar