Menyambut Para Pejuang Ilmu di Gerbang Madrasah

{[["☆","★"]]}

Menyambut Para Pejuang Ilmu di Gerbang Madrasah 

Ilustrasi: Leonardo.id


manu-miffa.sch.id

Setiap pagi, suasana di gerbang MA NU Miftahul Falah Cendono menjadi pemandangan yang penuh makna. 

Para guru berdiri dengan senyum tulus, menyambut kedatangan murid-murid mereka—para pencari ilmu, para pejuang ilmu yang penuh harapan. 

Kebiasaan ini, meskipun tampak sederhana, sesungguhnya mencerminkan nilai-nilai luhur dalam pendidikan Islam, yang menekankan pentingnya hubungan antara guru dan murid serta membangun karakter generasi penerus. 

Setidaknya ada beberapa alasan betapa berharganya moment penyambutan para guru Aliyah Paing (salah satu sebutan MA NU Miftahul Falah) terhadap para santri ini. 

Pertama, menyambut murid dengan salam merupakan sunnah yang sangat mulia. Menyambut murid dengan ucapan salam adalah bentuk pengamalan sunnah Rasulullah. 

Salam bukan hanya sapaan, tetapi doa keselamatan, keberkahan, dan kedamaian. Ketika guru memberi salam, mereka tidak hanya memenuhi sunnah, tetapi juga mengajarkan adab yang mulia kepada murid-muridnya.

Dengan salam, guru menanamkan pesan bahwa hari yang baru dimulai dengan kebaikan dan keberkahan. 

Murid yang diberi salam merasa dihargai dan dicintai, sehingga mereka lebih bersemangat menghadapi pelajaran hari itu.

Salam yang dilontarkan para guru memang tidak semuanya terdengar melalui lisan. Namun hati mereka selalu memberikan salam dengan penuh rasa ikhlas kepada murid-murid mereka tercinta.

Kedua, menguatkan ikatan hati dengan berjabat tangan dengan para santri. Berjabat tangan menjadi salah satu cara untuk menghilangkan rasa canggung dan bisa  membangun kedekatan. 

Dalam Islam, berjabat tangan juga memiliki nilai spiritual. Rasulullah bersabda:

“Tidaklah dua orang Muslim bertemu lalu berjabat tangan, kecuali dosa-dosa mereka diampuni sebelum mereka berpisah.” (HR. Abu Dawud).

Ketika guru menjabat tangan murid, mereka secara tidak langsung menguatkan ikatan hati. 

Murid merasa mendapatkan perhatian langsung dari guru, sehingga muncul rasa percaya diri dan semangat untuk belajar.

Ketiga, memberikan semangat dan motivasi dalam mengawali tholabul ilmi.

Kata-kata positif yang disampaikan guru saat menyambut murid, seperti "Selamat pagi, semangat belajar ya, Hebat, Siip tidak telat," atau "Semangat semangat," memiliki dampak besar pada psikologis murid. 

Kalimat sederhana ini menanamkan optimisme dan keyakinan bahwa mereka mampu menghadapi tantangan belajar.

Dan perlu diingat, guru yang menyemangati murid dengan perkataan baik sesungguhnya sedang bersedekah dengan ilmunya, akhlaknya, dan kasih sayangnya.

Keempat, menunjukkan kasih sayang dan suri tauladan. Guru adalah orang tua kedua bagi murid. 

Ketika mereka berdiri di gerbang madrasah, menyambut dan menyalami murid, mereka menunjukkan kasih sayang yang mendalam. 

Melalui kebiasaan ini, guru mengajarkan bahwa pendidikan bukan hanya soal ilmu pengetahuan, tetapi juga soal bagaimana membangun akhlak dan hubungan yang baik dengan sesama.

Kelima, memberikan teladan kepemimpinan. Sorang guru adalah pemimpin bagi murid-muridnya. 

Kebiasaan berdiri di gerbang madrasah setiap pagi adalah bentuk keteladanan. Guru menunjukkan bahwa pemimpin sejati adalah yang hadir untuk melayani, menyapa, dan memberi perhatian kepada orang-orang yang dipimpinnya.

Juga mengajarkan semangat berjuang menuntut ilmu dengan berangkat pagi dan tidak terlambat. 

Murid yang biasa terlambat datang ke sekolah dengan sendirinya akan malu karena para guru datang lebih awal menyalami dan menyambut mereka. Selanjutnya mereka akan berusaha untuk tidak terlambat. 

Keenam, usaha menertibkan peraturan Madrasah. Dengan menyambut para santri di gerbang madrasah, para guru tentu akan dengan mudah mengontrol kalau ada siswa yang tidak sesuai dengan tata tertib madrasah seperti baju tidak masukkan, peci tidak dipakai, dan seterusnya.

Begitulah kebiasaan para guru berdiri di gerbang madrasah setiap pagi untuk menyambut murid adalah cerminan nilai luhur dan akhlak mulia.

Dari salam, jabat tangan, hingga ucapan penuh semangat, semuanya menggambarkan kasih sayang, perhatian, dan tanggung jawab seorang guru. 

Kebiasaan ini tidak hanya mempererat hubungan guru dan murid, tetapi juga membangun karakter generasi muda yang berakhlak mulia, penuh semangat, dan siap menghadapi masa depan.

Meneladani KH Hasyim Asy'ari dan Para Kiai Nusantara 

Di Nusantara, banyak ulama yang dikenal memiliki kepedulian besar terhadap murid-muridnya, salah satunya adalah KH. Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU). 

Beliau tidak hanya dikenal sebagai ulama besar, tetapi juga sebagai guru yang penuh kasih sayang kepada para santrinya.

KH. Hasyim Asy’ari terkenal dengan sikap ramah dan rendah hatinya kepada para santri. 

Beliau sering menyambut kedatangan para santri baru di pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, dengan penuh kehangatan. 

Dalam beberapa riwayat, diceritakan bahwa KH. Hasyim Asy’ari memandang santri bukan hanya sebagai murid, tetapi juga sebagai anak-anaknya sendiri.

Beliau, KH. Hasyim Asy'ari yang juga menjadi guru KH. Manshur Jaelani (sesepuh Madrasah NU Miftahul Falah Cendono) bahkan sering berjalan keliling pesantren untuk memastikan keadaan para santri. 

Saat ada santri yang baru tiba atau kembali dari liburan, KH. Hasyim Asy’ari menyambut mereka dengan senyum, doa, dan nasihat. 

Dalam kitabnya, Adab al-‘Alim wa al-Muta‘allim, KH. Hasyim Asy’ari menekankan pentingnya hubungan guru dan murid yang penuh kasih sayang. 

Beliau, kakek dari KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini mengajarkan bahwa guru harus memperhatikan murid dengan ikhlas, dan murid harus menghormati gurunya.


Moh Ali Nuhin 


Posting Komentar

0 Komentar